Advertisment Image

Kisah Sukses Mahasiswa Dengan Omset Usaha Setengah Miliar

MEMILIKI usaha mandiri saat duduk di bangku kuliah adalah impian hampir semua mahasiswa, terlebih omset usaha yang dirintis sudah mencapai Rp 500 juta atau setengah miliar per tahunnya. Dari sekian ribu mahasiswa yang menimbah ilmu, hanya sedikit saja yang sambil merintis usaha. Di balik kisah sukses tersebut ada jalan panjang perjuangan, jatuh dan bangun yang dialaminya. Berikut ini Dian Saputra (24) mahasiswa Jurusan Peternakan Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) menuturkan kisahnya membangun usaha “Saung Bandoet”.

ERSAN RAHMATULLAH –KOTA BENGKULU—

Matahari mulai condong ke ufuk barat saat jurnalis tras.id bertandang ke Saung Bandoet di Jl Bandaraya RT 20 Kelurahan Pematang Gubernur, Muara Bangkahulu pada Senin (05/07/2021). Aroma khas rumput yang baru saja diarit dan suara kambing sahut menyahut menyambut kedatangan kami. Mengetahui kehadiran kami, pemilik usaha Saung Bandoet, Dian Saputra langsung menyambut kami dengan hangat. Di temani kopi hitam dan buah pisang yang baru saja dipanennya ia mulai menuturkan kisahnya dalam membangun usaha tersebut.
Sebelum sukses terjun dalam dunia jual beli kambing kurban dan aqiqah, Dian sapaan akrab mahasiswa UMB semester 8 ini, mulai mengumpulkan modal membeli kambing sejak duduk di bangku SMK dengan menjual ikan keliling dan bekerja mengumpulkan limbah kayu saumil di desanya, Srikaton Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah. Memasuki bangku kuliah, dia pun bekerja sebagai juru parkir di objek wisata Benteng Malbrought di Kampung Cina, Kota Bengkulu, bahkan untuk menambah penghasilan dari jasa parkir, ia pun mengamen mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk mencukupi modal usahanya membeli kambing.
“Awalnya saya miris melihat kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, saya pun berfikir keras untuk memiliki usaha sendiri. Alhamdulilah berdiri Saung Bandoet ini yang modalnya dari hasil saya dagang ikan keliling, bekerja di saumil, jaga parkir dan mengamen. Waktu itu tabungan saya cukup membeli 2 ekor kambing saja,” jelas Dian.
Ia menuturkan dari 2 ekor kambing itulah bisnisnya mulai berjalan memenuhi permintaan masyarakat Bengkulu, bahkan saat ini dirinya sudah memiliki 2 kandang penampungan. Menjaga roda bisnisnya tetap berjalan, Dian tak segan mengantarkan kambing pesanan ke luar kota, bahkan ia sempat mengantarkan kambing untuk aqiqah ke Kabupaten Lebong. Dijelaskannya, meski untungnya sangat tipis, namun kepercayaan konsumen adalah kunci sukses bisnisnya, sebab dari sanalah akan berkembang tutur cerita, sehingga konsumennya itu akan merekomendasikan Saung Bandoet pada rekan-rekannya yang lain.
“Saya pernah mengantar kambing ke Lebong, meski untungnya sangat kecil tidak masalah. Alhamdulillah sampai saat ini pesanan dari Lebong terus masuk, sebab direkomendasikan oleh konsumen saya yang pertama tadi,” ujarnya.
Mendapatkan ilmu peternakan saat duduk di bangku kuliah, semakin memantapkan dirinya menekuni dan mengembangkan usaha tersebut, sehingga rata-rata per bulan ia berhasil menjual 30 hinga 40 ekor kambing dengan omset rata-rata per bulan mencapai Rp 50 juta. Tak hanya itu, menjaga kualitas layanan dan bertahan di arena bisnis serupa,  ia melebarkan sayap bisnisnya dengan menyediakan servis layanan aqiqah siap santap. Jadi konsumen tinggal menjemput paket aqiqah yang dipesannya.
“Jadi bagi yang mau aqiqah kami tawarkan layanan penyembelihan, masak, dan paket nasi kotaknya. Jadi tinggal bawa saja. Bagi yang ingin disembelihkan saja juga bisa, jadi konsumen tinggal bawa daging, tulang dan jeroannya yang sudah dibersihkan atau tinggal di masak saja, jadi banyak layanan yang kami tawarkan,” ujar Dian.

Mengambil rumput menjadi rutinitasnya di tengah kesibukan kuliah dan menjalankan bisnisnya

Langkah sukses Dian membangun usaha Saung Bandoet itu saat ini mulai diikuti adik-adiknya dan  pemuda di desanya. Ia menuturkan, kunci suksesnya adalah singkirkan rasa malu dan minder dalam memulai usaha. Jatuh bangun menurutnya adalah hal biasa, apa yang dicapainya saat ini menurutnya adalah buah manis dari perjalanan pahit dirinya dalam merintis usaha itu.
“Tak perlu malu, saya meski kuliah tetap ngarit, sering saya ambil rumput di Unib, meski di sana banyak mahasiswa tapi saya tidak malu. Alhamdulilah adik-adik di kampung mulai usaha juga, memang beda rasanya memiliki penghasilan sendiri dan bisa berbagi dengan orang tua,” ungkap mahasiswa peraih beasiswa ini memotivasi.
Ia menuturkan ke depan ia akan mengembangkan usahanya tersebut ke dalam dunia digital dengan memanfaatkan teknologi. Tak hanya menyediakan kambing untuk aqiqah dan kurban, namun konsumen juga bisa memelihara kambing dan mendapatkan keuntungan dari sistem angon digital yang diusahakan oleh timnya.
“Nanti akan kami kembangkan aplikasi berbasis android, sebab bagaimanapun kita harus menyesusikan diri dengan perkembangan teknologi,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *