Vickial Jacson dan Mark Tushnet (Heru, 2021), menyatakan penyelesaian sengketa pemilu sebagai sengketa politik dapat dilakulam melalui peradilan judisialisasi politik (judicialization of politics) atau juridification of politics. Dalam judisialisasi politik menundukkan penyelesaian sengketa politik melalui proses peradilan. Dalam konteks ini
sengketa politik adalah sengketa antar pranata politik dan sengketa hasil proses politik. Untuk itu beberapa konsep dasar judicialization of politics, yaitu1) rule of law, semua termasuk negara, pemerintah ada di bawah dan tunduk padahukum atau disebut under and subject to the law; 2) constitutionalism, sistem kekuasaan yang terbatas atau dibatasi atau limited government; 3) checks and balances, berkaitan erat dengan konsep atau ajaran pemisahankekuasaan atau separation of powers; dan 4) ajaran hak asasi manusia, untuk menghentikan tindakan onrechtmatigoverheidsdaad penguasa yang melanggar hak-hak waega negara.
Melihat belum tersistemnya proses penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilkada dalam election law justice sistem, maka menurut pandangan saya putusan MK Nomor : 85/PUU-XX/2022 sudah tepat karena memberikan kepastian hukum tentang lembaga mana yang berwenang mengadili sengketa hasil Pilkada.
Rumit dan peliknya sistem dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilihan, selain tidak memberikan kepastian hukum, juga berimplikasi terhadap kualitas demokrasi serta pemimpin yang dihasilkan. Akibatnya, setiap proses pemilihan pada setiap Pilkada selalu menyisakan konflik dan sengketa di berbagai tingkat peradilan. Kondisi ini mendorong kita untuk mencari bagaimana format ideal model penyelesaian sengketa Pilkada, yang diharapkan mampu menjadi Peradilan Pilkada yang ideal dalam menyelesaikan sengketa pemilihan. (*)