Advertisment Image

Pasca Putusan MK, Tidak Ada Lagi Rezim Pilkada

Dalam hal terjadi pelanggaran Pemilu/Pilkada yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) selain menjadi menjadi kewenangan Bawaslu, yang putusannya dapat digugat atau di challange oleh para pihak yang bersengketa ke Mahkamah Agung. Ini artinya keputusan final terkait pelanggaran TSM, tetap juga muaranya di lembaga peradilan.

Sementara itu jika terjadi sengketa yang berkaitan dengan pelanggaran pidana pemilu, maka Bawaslu bersama kepolisian dan kejaksaan bersama-sama melakukan penindakan melalui Sentra Penegakan Hukum Terpadu (GAKKUMDU). Ketika masuk ranah Gakkumdu, maka muncul disana kewenangan Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dilingkungan peradilan umum.

Mengenai sengketa perselisihan hasil Pilkada, secara konstitusional menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, yang putusannya bersifat final and binding. Yakni, bermakna bahwa putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang tidak ada ruang hukum untuk mengujinya lagi. Konsekuensinya, apabila suatu ketika terjadi persinggungan antara kehendak rakyat dengan hukum maka hukumlah yang harus dimenangkan. Sementara perselisihan hasil Pilkada diamanatkan dalam UU Pilkada diserahkan ke peradilan khusus, yang sampai saat ini belum juga dibentuk tapi sudah keburu dianulir oleh MK melalui putusan Nomor: 85/PUU-XX/2022.

Kerumitan aspek pengaturan dan lembaga penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilkada di Indonesia, ternyata tidak saja berkaitan dengan sengketa administrasi pemilihan, pidana Pemilu, dan perselisihan hasil Pemilu, tapi juga merambah ke ranah etik. Dalam Pasal 1 ayat (24) UU Nomor: 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang selanjutnya disingkat DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu. Namun pada 2020 lalu muncul yurisprudensi dimana putusan sanksi etik DKPP terhadap penyelenggara Pemilu dapat digugat ke PTUN. Dalam kasus gugatan anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik, PTUN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan yang berangkutan, dengan membatalkan Keppres dam sekaligus putusan DKPP.

lanjut hal…4

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *