Reporter/foto: Andreas
Editor: Dedi HP
www.tras.id – BEM Teknik Universitas Bengkulu (Unib) pertanyakan penggunaan anggaran sebesar Rp 28.107.310.562 yang bersumber dari surplus penggunaan anggaran tahun 2020. Pasalnya besarnya surplus dana tersebut tidak membuat pihak rektorat menurunkan biaya UKT (SPP) mahasiswa, bahkan beberapa mahasiswa yang mengajukan pemotongan UKT harus dibebani syarat yang cukup rumit.
“Dari laporan tahunan Unib tahun 2020, total penerimaan dana sebesar Rp. 342.234.085.355, dan total penggunaan anggaran sebesar Rp. 314.126.774.793. Jadi total surplus keuangan sebesar Rp. 28.107.310.562. Dari beberapa sumber pendapatan, 46,78% bersumber dari mahasiswa. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sumber pendapatan sebagian besar dari SPP mahasiswa, namun fasilitas pendidikan yang diterima mahasiswa sangat minim. Lalu kemana penggunaan anggaran Rp 28 miliar itu?” ungkap Ketua BEM Teknik Unib, Dani Fazli pada Rabu (28/07/2021).
Dari besaran surplus anggaran itu, Ia meminta rektor Unib dapat mengalokasikan surplus anggaran untuk pemotongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tanpa syarat bagi seluruh mahasiswa Unib, pasalnya seluruh mahasiswa terdampak pandemi Covid-19. Ia menyebut sistem pemotongan UKT sebelumnya sangat tidak optimal bahkan dipersulit dari segi persyaratan administrasi.
“Banyak pengaduan dari mahasiswa bahwa mereka yang mengajukan permohonan pemotongan UKT merasa kesulitan dalam mengurus berkas-berkas. Maka dari itu diperlukannya penetapan ulang UKT bagi seluruh mahasiswa dengan memperhatikan kondisi ekonomi mahasiswa tanpa adanya persyaratan administrasi yang rumit,” ujar Dani.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 4 Permendikbud 25/2020 bahwa SSBOPT dihitung berdasarkan biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya operasional yang terkait langsung dengan penyelenggaraan program studi. Sedangkan biaya tidak langsung merupakan biaya operasional pengelolaan institusi yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan Program Studi. “Jelas, dalam kondisi sekarang biaya langsung tidak ada dikarenakan sistem perkuliahan daring, mahasiswa tidak mendapat fasilitas apapun yang ada di kampus, belum lagi kegiatan mahasiswa yang dibatasi. Bahkan kuota internet mahasiswa harus membeli sendiri, tidak ada kegiatan praktikum, sementara UKT tetap dibayar normal,” tambahnya.
Ia meminta pihak rektorat tetap mempedomani UU 12/2012 sehingga tidak ada mahasiswa terpaksa berhenti kuliah karena tidak sanggup membayar uang kuliah, terlebih di masa Pandemi ini. (*)
Kuliah negeri rasa swasta