Reporter: Ogi Putra Gumai
Editor: Dedi HP
www.tras.id – Menolak rencana pemerintah mengesahkan RUU Cipta Kerja yang masuk dalam Omnibuslaw, puluhan warga yang mewakili berbagai elemen masyarakat menggelar aksi damai dengan berorasi dan teatrikal pada Selasa (08/09/2020) di Simpang Lima Ratu Samban Kota Bengkulu.
Korlap aksi tersebut, Uli Arta Siregar menjelaskan aksi itu merupakan bentuk penolakan terhadap Omnibuslaw. Ia menilai RUU Cipta Kerja yang masuk dalam Omnibuslaw hanya akan menyengsarakan rakyat, sebab apa yang menjadi hak masyarakat akan terampas oleh perizinan investasi. “Kami khawatirkan petani akan kehilangan lahannya karena perizinan yang begitu mudah diakomodir atas nama investasi,” ujarnya.
Masih menurutnya, RUU Cipta Kerja adalah bentuk kekerasan terbuka yang dilakukan negara karena tidak melibatkan rakyat dalam pembahasan. Sebab itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat memiliki sikap yang sama.
Sementara itu, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Hary Siswoyo dalam keterangan pers menjelaskan Omnibuslaw RUU Cipta Kerja akan mengancam kebebasan pers. Dia menjelaskan Omnibus Law berpotensi menjadi masalah penting bagi praktik jurnalisme di Indonesia. Ini dikarenakan masuknya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam komponen yang direvisi, yakni pasal 11 dan 18.
“Dalam kacamata AJI, RUU ini sangat berpotensi mengancam nilai-nilai kebebasan pers bagi jurnalis. Contohnya dalam Pasal 11 UU Pers,” ungkap Hary.
Dia menjelaskan perubahan poin-poin dalam pasal jelas melanggar semangat UU Pers sebelumnya, yang mengatur bahwa sengketa pers lebih didorong pada upaya korektif dan edukasi. Jika pun berkaitan dengan denda, maka itu dibuat seproporsional mungkin. Dengan kata lain tidak bermaksud untuk membangkrutkan perusahaan pers.
“Karena itu AJI konsisten menolak RUU Omnibus Law. Kami menduga keras ada upaya kembali memasukkan campur tangan pemerintah dalam dunia pers,” ujarnya.(*)