Reporter/foto: Nandar Eka N
Editor: Dedi HP
www.tras.id – Sebagai upaya mencegah terjadinya kekerasan seksual di institusi pendidikan atau sekolah, Jum’at (17/07/2020) Forum Perempuan Muda Provinsi Bengkulu yang merupakan dampingan Cahaya Perempuan WCC menggelar Workshop “Gerak Remaja Bengkulu untuk Sekolah yang Aman dari Kekerasan Seksual” dengan peserta dari 25 peserta yang berasal dari Kelompok Dampingan Cahaya Perempuan WCC, perwakilan Osis/ Pik-R di SMP/ MTs, SMA dan SMK, Karang Taruna dan perwakilan jurnalis media lokal Bengkulu. Kegiatan itu dibagi menjadi 2 sesi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pada sesi pertama, para peserta diajak membedah Peraturan Daerah Bengkulu Nomor 5 tahun 2018 dan sesi talk show menghadirkan Dinas Pendidikan dan Cahaya Perempuan WCC sebagai narasumber.
“Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan bermain, rumah, objek wisata, tetapi menyentuh ranah pendidikan. Sehingga dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar strategi yang dilakukan berjalan secara holistic dan komprehensif termasuk di institusi pendidikan” papar Lica Veronika selaku Koordinator Forum Perempuan Muda.
Lica menambahkan dari dampingan perempuan korban kekerasan Cahaya Perempuan WCC sebesar 45,30% (33 kasus) perempuan dan anak mengalami kekerasan seksual dari total 73 kasus yang didampingi. Relasi antara pelaku dan korban adalah orang terdekat seperti keluarga, teman, dan guru. Meningkatnya kasus kekerasan seksual tidak hanya dari jumlah banyaknya kasus, namun juga jenis kekerasan yang dilakukan semakin beragam.
Pihaknya juga mendrong implementasi secara komprehensip dan sistematik Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 dan Perda Bengkulu Nomor 5 Tahun 2018.
Sementara itu, Tini Rahayu selaku Direktur Eksekutif Cahaya Perempuan WCC mendorong sekolah memiliki prosedur dan mekanisme untuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekolah, serta mengajak seluruh media massa di Provinsi Bengkulu terlibat aktif memproduksi konten berita dan informasi yang berpihak dan melindungi korban kekerasan.
“Jika implementasi kebijakan tersebut dijalankan dengan baik maka kekerasan di sekolah dapat ditanggulangi yang melibatkan seperti peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat, pemerintah daerah, dan pemerintah,” ujar Tini.
Workshop tersebut juga melahirkan rekomendasi, yakni:
- Diperlukan Sosialisasi mengenai bentuk kekerasan, pelaporan, sanksi, dan penanganan kekerasan di sekolah pada kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) atau masa pengenalan lingkungan sekolah dan pada saat class meeting.
- Sekolah wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan Kementerian.
- Sekolah membentuk Tim Penanggulangan Tindak Kekerasan yang melibatkan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, masyarakat, dan pemerintah daerah.
- Sekolah wajib memasang papan pengumuman yang memuat nomor hand phone layanan pengaduan langsung, ruang pengaduan ketika ada pelecehan dan tindak kekerasan.
- Ketika terjadi kasus kekerasan anak korban diasesmen secara psikologis agar mendapatkan hak pemulihan psikologis. Begitu pun dengan anak-anak pelaku.
- Pemenuhan hak pendidikan anak korban dan pelaku melalui berbagai upaya yang dapat dilakukan bersama. (*)