Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Bengkulu, Darlinsyah. (foto: dok/tras)
Reporter: Andreas
Editor: Dedi HP
BENGKULU, tras.id – Langkah Bawaslu RI yang menunda pengumuman hasil perekrutan, mulai dari penyaringan 6 besar hingga penentuan 3 besar mendapat banyak kritik. Selain berakibat pada terganggunya proses pengawasan tahapan Pemilu karena kekosongan komisioner Bawaslu kabupaten/kota juga dapat menimbulkan degradasi trust atau hilangnya kepercayaan publik pada Bawaslu sebagai lembaga pengawal demokrasi.
“Penundaan pengumuman di luar jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya tentu menjadi tanda tanya besar publik. Bila pola rekrutmen SDM-nya sudah bermasalah, implikasinya Bawaslu akan kehilangan trust publik,” kata Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Bengkulu, Darlinsyah pada Rabu (16/8/2023).
Penundaan pengumuman kata Darlinsyah sangat tidak substantif, tidak ada insiden yang krusial semacam force majure yang menghendaki adanya penundaan. Menurutnya, surat Bawaslu tidak menyebutkan alasan teknis mengapa pengumuman ditunda. Wajar bila asumsi publik, penundaan tersebut hanya soal tawar menawar kepentingan belaka.
Mantan Komisoner KPU Provinsi Bengkulu ini sejak awal telah memprediksi bakal bobroknya proses rekrutmen, lantaran ada kekuatan intervensi kekuatan di luar Timsel. Hal itu kemudian berimplikasi pada proses seleksi yang cenderung tawar menawar kepentingan politik, bukan berdasarkan azas profesionalitas dan kapabilitas. Tim seleksi seperti tidak memiliki independensi untuk menentukan siapa yang akan menjadi penyelenggara pemilu.
“Ini namanya, demokrasi kita sedang tergadai pada arus kekuatan politik tertentu. Sudah rahasia umum, ada kelompok tertentu yang bermain di balik layar untuk menentukan siapa yang akan menjadi penyelenggara pemilu. Pola rekrutmen nampak seperti ada yang mengatur di bawah meja,” ujarnya.
Mantan Ketua KPU Kota Bengkulu ini menjelaskan pengambilalihan tugas dan wewenang Bawaslu kabupaten/kota oleh Bawaslu Provinsi apabila anggota Bawaslu kabupaten/kota berhalangan sementara, seperti kena sanksi atau kena skor atau masalah lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Jadi pengambilalihan tugas oleh Bawaslu Provinsi menurut hemat kami tidak benar, karena alasan kekosongan anggota. Rujukannya UU Pemilu Pasal 99 hurf E. Pengambilalihan wewenang bila ada komisioner sedang kena sanksi, sehingga tidak bisa menjalankan tugas. Kalau alasanya karena kekosongan tidak ada rujukan yang mengatur. Ini kesalahan fatal, tidak legitimate” jelas Darlinsyah.(*)