Banyak yang telepon saya sejak Senin malam. Ini terkait dengan terjadinya perombakan struktur di tubuh Pengurus Pusat (PP) JMSI. Jawabannya cukup singkat bahwa Ketua Umum Teguh Santosa lakukan perombakan struktur. Jabatan strategis yang dirombak diantaranya Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum yang dijabat oleh Nico Alpian, Ketua Bidang Organisasi yang dipegang oleh Ridwan Mooduto, Ketua Bidang Pendidikan yang dijabat oleh Saibansah Dardani serta beberapa jabatan lainnya.
Terjadinya perombakan di tubuh JMSI menjadi pertanyakan besar bagi pengurus dan anggota JMSI. Ini bisa dipahami karena mereka mengetahui sejarah berdirinya JMSI dari awal. Jika meminjam kata wartawan senior yang juga anggota Dewan Pembina JMSI Mursyid Sonsang, bahwa yang mendirikan JMSI ini ‘berdarah-darah’ hingga akhirnya menjadi konstituen Dewan Pers. Hanya dalam waktu 2 tahun JMSI bisa menjadi konstituen Dewan Pers, itu pun terhalang oleh Covid-19. Mereka mengetahui persis strategi dan orang yang mengawal JMSI hingga menjadi konstituen Dewan Pers.
Dalam penjelasan saya kepada Ketum JMSI bahwa setelah karpet merah dibentangkan menuju gedung Dewan Pers maka yang berperan penting pada organisasi kedepan adalah para Ketua dan anggota Bidang. Ketum dan Sekjen hanyalah sebagai kordinator saja. Merekalah yang akan menggerakan organisasi ini dengan baik sesuai amanah Munas I JMSI.
Memang ada percakapan serius antara saya dan Ketum JMSI soal hadirnya PJS. Ada permintaan yang disampaikan oleh Ketum JMSI yakni, 1). Menjadikan PJS sebagai forum dan berada di salah satu bidang kepengurusan JMSI, 2). Meminta untuk tidak melibatkan orang JMSI dalam kepengurusan PJS, 3). Meminta saya untuk tidak terlibat jauh dengan PJS, 4). Meminta saya untuk serius menangani JMSI.
Point 1 dan point 3 nampaknya sulit terwujud. Bagaimana pun PJS yang sudah berada di 22 provinsi sulit untuk dihentikan ditengah jalan. Saya tidak mau menghianati apa yang saya sudah buat dan sepakati dengan pengurus PJS di daerah. Sementara untuk point 2 saya lakukan dengan memberikan penawaran kepada teman-teman yang terlibat sejak awal mendirikan PJS untuk memilih keluar dari PJS.
Untuk menghindari spekulasi pemahaman yang negatif terkait perombakan struktur PP JMSI, maka sebaiknya saya pribadi menjelaskan dengan rinci persoalan yang terjadi sehingga lahirlah struktur PP JMSI yang baru.
Sabtu sore, 23 Juli 2022, Ketum JMSI Teguh Santosa telepon saya menyampaikan rencana perombakan struktur tersebut. Saya pun sempat beragumen dengan dirinya. Alasan yang mendasar keinginan dirinya menggantikan saya karena keterlibatan saya pada organisasi pers yang baru didirikan yakni Perhimpunan Jurnalis Siber (PJS). Padahal saya sudah menjelaskan jika PJS berbeda ranahnya dengan JMSI. PJS ranahnya pada pribadi wartawan, sementara JMSI ranahnya pada pemilik media. Semua orang pasti tahu akan hal itu. Saya pun menanyakan, siapa sebenarnya yang terusik dengan kehadiran PJS. Karena saya tahu bahwa ini ranahnya wartawan dan bukan pemilik media. Jika pelanggran etika menjadi alasan yang kuat untuk dilakukan perombakan pengurus pusat , maka seharusnya itu dicakapkan secara bersama dalam forum Pleno PP JMSI untuk mencari solusi terbaik agar semua berakhir dengan indah.
Lalu, apakah setiap pengurus dan anggota JMSI di pusat maupun daerah yang terlibat dalam organisasi PJS harus dicopot dari jabatan mereka? Saya berpendapat bahwa itu keliru dan rawan menimbulkan konflik. Biarlah pencopotan itu berlaku buat saya pribadi. Bagaimana pun mereka sudah berbuat banyak menjadikan JMSI sebagai konstituen Dewan Pers.
Dalam percakapan itu saya juga mengharapkan agar oknum pengurus pusat tidak melakukan intervensi kepada pengurus JMSI daerah untuk menghalagi mereka memilih organisasi pers yang diinginkannya. Ini sesuai dengan amanah undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers dimana disebutkan pada pasal 7 ayat (1) bahwa wartawan bebas memilih organisasi wartawan. Dasar inilah saya meminta untuk menghentikan praktek intervensi tersebut. Lagi pula, PJS sesuai misi nya melakukan rekrutmen kepada wartawan yang bukan merupakan pengurus atau anggota organisasi sejenis. PJS berkeininan agar wartawan yang selama ini terlanjut diberi stempel sebagai wartawan bodrex, wartawan tidak jelas dan wartawan abal-abal dihimpun dalam wadah tersendiri agar mereka menjadi wartawan kompeten untuk diikutkan dalam program Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Ini pun membantah adanya kekuatiran jika PJS akan disusupi oleh organisasi penentang Dewan Pers. Namun sekali lagi kita punya pandangan yang berbeda, bahwa mereka harus dirangkul, dibimbing menjadi wartawan kompeten sesuai dengan tujuan dan cita-cita Dewan Pers.
Sebagai pendiri JMSI saya berpesan agar JMSI ke depan harus lebih baik dan mengedepankan kebersamaan dalam menata organisasi ini lebih baik. Setiap kali saya memberikan sambutan atas nama PP JMSI, saya mengatakan jika JMSI adalah milik kita bersama, bukan milik perorangan. Artinya, semua orang yang menjadi bagian JMSI wajib menjaga organisasi ini dengan baik dengan mengedepankan kebersamaan bukan bersikap otoriter.
Untuk itu beberapa yang menjadi catatan saya untuk lebih diperhatikan diantaranya :
1. Kantor Tetap
Setelah menjadi konstituen Dewan Pers, JMSI seharusnya sudah memiliki kantor tetap yang representatif untuk dijadikan sebagai tempat mengatur dan mengendalikan adminsitrasi organisasi. Kantor JMSI terlihat lengkap hanya saat dilakukan verifikasi faktual oleh Dewan Pers. Organisasi yang sudah menjadi konstituen Dewan Pers seharusnya sudah memikirkan hal ini lebih serius. Bayangkan, pasca ditetapkannya sebagai konstituen Dewan Pers, kantor JMSI pun tak tahu pastinya dimana. Meja dan kursi Sekjen pun tak ada. Bingung mau kerja dimana? Ini tidak bisa lagi terjadi dimasa kepengurusan saat ini.
Akhirnya, saya pun berinisiatif untuk meminta kepada Dewan Pers untuk diberikan tempat yang representatif sebagai kantor tetap JMSI. InsyaAllah dalam waktu dekat, kantor itu bisa terwujud dan bisa digunakan untuk mengendalikan organisasi ini dengan baik meski saya tidak berkantor di tempat itu.
2. Jabatan dan Keanggotaan Organisasi Sejenis.
Mestinya Ketum JMSI sudah harus bertindak tegas terhadap pengurus Pusat dan Daerah yang menjabat atau menjadi anggota pada organisasi perusahan pers sejenis seperti menjadi pengurus di AMSI, SMSI atau SPS. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian serius karena telah melanggar AD ART JMSI. Bukan malah mempersoalkan mereka yang berada di organisasi pers seperti PWI, AJI, IJTI dan PJS yang berbeda tempat.
Menjadi pengurus organisasi sejenis adalah pelanggran dasar dari AD ART kita. Kita akan jadi bahan tertawaan orang lain bahkan kita bisa dinilai tidak paham berorganisasi.
3. Transparansi
Beberapa kegiatan besar yang dilakukan oleh PP JMSI seperti Rakernas di Jawa Tengah, HUT JMSI dan HPN di Kendari Sulawesi Tenggara serta Rakernas di Batam Kepulauan Riau seharusnya ada pertanggungjawaban kegiatan termasuk keuangannya. Ini sangat sensitif bagi pengurus dan anggota lainnya. Dalam menjalankan roda organisasi, sebaiknya PP JMSI sudah harus bertindak cepat untuk mempertanggungjawbkan dana kepanitiaan yang masuk untuk kepentingan organisasi. Hingga saat ini, laporan secara tertulis terkait dengan tiga kegiatan besar ini belum juga nampak.
Yang tak kalah pentingnya juga adalah mekanisme pengelolaan keuangan organisasi. Kedepan Bendaha Umum yang ditunjuk, bersama-sama Ketua Umum menandatangani specimen rekening organisasi. Tidak boleh lagi specimen ditandatangani oleh pengurus yang bukan tanggungjawabnya. Ini tidak mencerminkan sehatnya organisasi pada masa sekarang dan akan datang.
Sebagai pendiri JMSI saya berharap agar teman-teman tetap solid menjalankan tugas ini dengan baik dengan memberikan masukan yang positif kepada Ketua Umum agar keputusan organisasi terlihat professional. Kita harus membedakan mana tindakan dan cara kerja perusahan dan cara kerja organisasi perusahan. Ini wajib menjadi perhatian kita bersama.(*)
Penulis Mahmud Marhaba
• Pendiri JMSI
• Mantan Ketua Panitia Deklarator JMSI di Banjarmasin Kalimantan Selatan
• Mantan Plt Ketua Umum JMSI Pusat
• Mantan Sekjen JMSI Pusat