Advertisment Image

Anggaran Bengkulu Ala Gubernur Helmi : Mewah di Rencana, Rapuh di Realita?

Oleh:
Vox Populi Vox Dei

(Pemerhati kebijakan publik dan politik lokal Bengkulu)

Ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara tentang pentingnya ketahanan fiskal daerah, sejatinya ia sedang menyoroti satu titik krusial dalam relasi pusat dan daerah: ketergantungan struktural yang tidak dibarengi dengan kecakapan fiskal. “Daerah harus jadi shock absorber, bukan korban pertama saat pusat melakukan penyesuaian,” ujarnya, dalam nada yang tegas tapi sarat keprihatinan.

Pernyataan itu makin relevan jika ditarik ke Provinsi Bengkulu hari ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025, jumlah Transfer ke Daerah (TKD) yang dialokasikan untuk Bengkulu tahun ini hanya Rp 1,3 triliun—angka yang jauh dari ideal jika dibandingkan dengan beban belanja yang terus meningkat dan mimpi besar yang dibentangkan kepala daerah.

Di sisi lain, target APBD Bengkulu 2024 mencapai kisaran Rp 3, Triliun apa realistis atau asumsi, itupun tidak terbuka ke Rakyat Bengkulu.
Jika dikaitkan Transfer pusat hanya 1,3 Triliun Tahun 2025 karena efisiensi APBN maka akan terjadi ketimpangan antara sumber pendapatan dari pusat dan ambisi belanja menunjukkan jurang fiskal yang lebar. Sayangnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bengkulu masih rapuh, dengan ketergantungan dominan pada pungutan pajak kendaraan bermotor dan opsen 66%, kebijakan yang sempat menuai kritik karena dianggap memberatkan rakyat kecil.

Namun di tengah kenyataan fiskal yang sempit, Gubernur Helmi Hasan meluncurkan wacana anggaran spektakuler:

Pengadaan ambulans desa untuk 1.514 desa (estimasi Rp 757 miliar),

Rencana pengadaan pesawat perintis untuk Pulau Enggano (sekitar Rp 30–40 miliar),

Ditambah belanja populis lainnya di kisaran Rp 500–600 miliar.

Jika dijumlah, rencana tersebut bisa menyedot lebih dari sepertiga APBD, bahkan sebelum menyentuh belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Dalam konteks ini, kritik Menkeu menemukan tanah subur: anggaran publik terkesan dikelola dengan logika simbolik, bukan logika kebutuhan.

Yang lebih mengkhawatirkan: sampai pertengahan 2025, Buku APBD Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2025 belum juga diserahkan oleh Gubernur kepada DPRD. Hal ini memunculkan kecurigaan publik bahwa Gubernur akan menempuh jalan pintas: memberlakukan APBD melalui Peraturan Gubernur (Pergub), bukan melalui Perda hasil pembahasan bersama legislatif.

Jika ini benar terjadi, maka terjadi kemunduran serius dalam prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. APBD yang semestinya dibahas, dikritisi, dan dipertajam bersama wakil rakyat, justru bisa lahir dari ruang tertutup eksekutif, tanpa dialog substantif dengan publik.

Padahal menurut UU Keuangan Negara dan UU Pemerintahan Daerah, Pergub hanya menjadi opsi darurat, ketika pembahasan tidak kunjung mencapai kesepakatan. Tapi bagaimana mungkin pembahasan bisa berjalan jika dokumen saja tak kunjung diserahkan?

Dalam situasi ini, Helmi Hasan seakan menggerakkan dua dunia: satu dunia retoris berisi “janji besar dan pelayanan”, dan satu dunia fiskal yang keropos, terancam gagal bayar komitmen sendiri. Rakyat hanya diberi ilusi pelayanan, tapi tak pernah diajak membahas bagaimana pelayanan itu dibiayai.

Bengkulu tidak butuh proyek mewah yang bersandar pada pajak rakyat kecil. Bengkulu butuh perencanaan fiskal yang jujur, rasional, dan partisipatif. Butuh APBD yang berpijak pada kebutuhan rakyat, bukan pada hasrat politik penguasa.

Jika tren ini dibiarkan, maka bukan hanya angka kemiskinan yang tak turun. Tapi juga akan lahir krisis kepercayaan fiskal, saat rakyat merasa mereka hanya jadi objek pungutan, bukan subjek kebijakan.

Helmi-Mian masih punya waktu, tapi tidak banyak. Karena jika APBD terus dikelola sebagai instrumen pencitraan ketimbang pembangunan, maka sejarah akan mencatat mereka bukan sebagai arsitek kemajuan, tapi sebagai ilustrasi kegagalan fiskal di era desentralisasi.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *