Oleh: Firnandes Maurisya*
Hukum dan kekuasaan ibarat dua sisi mata uang, keduanya saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lain. Bagi hukum, kekuasaan adalah instrument penting dalam proses pembentukan hukum dan juga dalam penegakan hukumnya. Pembentukan hukum dilakukan melalui saluran dan mekanisme kekuasaan yang ada dimana semua kepentingan kelompok masyarakat saling dikompromikan menjadi sebuah produk hukum yaitu undang-undang, dan penegakan hukum dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif yaitu mendorong masyarakat agar taat dan patuh terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran hukum yang terjadi.
Bagi kekuasaan hukum mempunyai arti penting, dengan hukum, kekuasaan formal lembaga-lembaga negara, unit-unit pemerintah, pejabat negara dan pejabat pemerintah mendapat legalisasi dalam menjalankan kekuasaannya. Legalisasi kekuasaan tersebut dilakukan melalui aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan. Selain itu, hukum juga berperan mengontrol dan menentukan batas-batas kekuasaan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara legal. Relasi keduanya sebagaimana ungkapan Mochtar Kusumaatmadja ‘’hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman’’. Ungkapan ini mengandung arti bahwa norma-norma hukum tidak ada manfaat jika tidak dipatuhi atau ditaati, dan hukum hanya dapat ditaati melalui ‘’tangan’’ kekuasaan. Namun disisi lain dapat diartikan bahwa kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenang-wenangan.
Dalam banyak kasus, kekuasaan sering disalahgunakan untuk kepentingan penguasa atau kepentingan kelompoknya. Proporsi kekuasaan dalam mempengaruhi hukum lebih dominan dengan menjadikan hukum sebagai ‘’alat’’ untuk melegalkan kebijakan dan tindakan penguasa. Sementara dalam mempengaruhi kekuasaan, hukum hanya sebatas penjabaran dari proses pelaksanaan dan penyelenggaraan kekuasaan yang diatur menurut konstitusi.
Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Konsep hubungan sosial tersebut meliputi hubungan antara dua orang yang saling berinteraksi, hubungan kelembagaan yang bersifat hierarkis, dan hubungan antara subjek dengan objek yang dikuasainya. Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arif Sidharta kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu pihak untuk memaksakan kehendaknya atas pihak lain. Berdasarkan pendapat diatas sangat jelas bahwa pihak yang mempunyai kekuasaan dapat memaksakan kehendaknya atau kemauannya kepada pihak lain untuk dilaksanakan. Sehingga agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan tidak terjadi pemaksaan kehendak, maka pihak yang mempunyai kekuasaan harus dibatasi oleh hukum dalam penggunaan kekuasaannya.
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan gambaran struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara serta deskripsi atas hubungan kekuasaan diantara lembaga negara. Sehingga aturan-aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 merupakan deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubungan-hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara Indonesia. Kedua, adalah hukum tidak sama dengan kekuasaan, artinya hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang terpisah, tapi ada hubungan yang erat diantara keduanya. Hubungan itu dapat berupa hubungan dominasi atau hubungan timbal balik.
Antara hukum dan kekuasaan terjadi hubungan yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Apabila hukum yang berlaku tanpa adanya kekuasaan didalamnya, maka hukum tersebut menjadi tidak berfungsi dalam menjalankan fungsinya untuk mengatur masyarakat karena masyarakat tidak akan patuh terhadap hukum tersebut. Eksistensi hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat hukum menjadi mandul, sedangkan kekuasaan yang diatur oleh hukum adalah untuk kepentingan masyarakat agar masyarakat yang merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan.
Walaupun kekuasaan itu adalah hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum. Van Apeldorn mengemukakan bahwa hukum adalah kekuasaan, akan tetapi ini berarti bahwa hukum tidak lain daripada kekuasaan belaka. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak semuanya hukum. “Might is not right” pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa ia berhak atas barang itu.
Relasi Kuasa Bentang Alam Seblat VS Izin Usaha Pertambangan
Bentang Alam Seblat berada di antara Taman Wisata Alam [TWA] Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], yang didominasi Hutan Produksi dan Perkebunan serta area penggunaan lainnya. Secara administratif, kawasan ini terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Kawasan yang menjadi TWA Seblat itu merupakan bekas hutan produksi dengan kawasan fungsi [HPKH] yang digunakan untuk Pusat Latihan Gajah dan HPT Lebong Kandis. Bentang Alam Seblat resmi menyandang status Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera dan menjadi habitat alami bagi 70-150 individu gajah sumatera. TWA Seblat yang memiliki luas 7.732,8 hektar diharapkan menjadi tempat pengelolaan koridor gajah berbasis bentang alam yang mampu menjawab permasalahan pelestarian gajah sumatera, utamanya dari ancaman kepunahan.
Beberapa minggu terakhir, publik Bengkulu diramaikan dengan adanya penolakan terhadap permohonan Amdal yang diajukan oleh PT. Inmas Abadi untuk melakukan eksploitasi pertambangan batubara di Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara, termasuk penolakan terhadap IUP Operasi Produksi PT. Inmas Abadi dalam usaha pertambangan batubara tersebut. Penolakan ini didasari atas rencana kegiatan eksploitasi pertambangan dan telah terbitnya IUP operasi produksi serta permohonan persetujuan AMDAL PT. Inmas Abadi. Sementara masih terdapat persoalan dalam proses IUP tersebut karena sebagian wilayah kegiatan usaha pertambangan tumpang tindih dengan kawasan Bentang Alam Seblat yang berstatus Taman Wisata Alam dan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Gajah Sumatera.
Penolakan dari kelompok masyarakat di Kabupaten Bengkulu Utara dan Provinsi Bengkulu ini dimotori oleh organisasi lokal setempat serta para aktivis lingkungan, bahkan dengan demonstrasi. Para kelompok penolak persetujuan amdal serta meminta IUP Operasi Produksi PT. Inmas Abadi untuk dicabut, beralasan bahwa selain menjadi rumah terakhir habitat gajah Sumatera, kegiatan operasi produksi pertambangan batubara di Bentang Alam Seblat ini juga akan berdampak terhadap kerusakan ekosistem lingkungan yang telah terbentuk sebelumnya, kerusakan kawasan daerah aliran Sungai Seblat, serta ancaman krisis air terhadap desa-desa yang berada di sekitar Kawasan Bentang Alam Seblat.
Oleh karenanya terdapat relasi kuasa antara hukum dan kekuasaan dalam persoalan Bentang Alam Seblat dengan Izin Usaha Pertambangan. Hal ini merujuk pada kewenangan otoritas kuasa dalam hal ini pemerintah yang mendelegasikan sebagian kekuasaannya dalam bentuk pemberian Izin Usaha Pertambangan kepada PT. Inmas Abadi untuk melakukan pengelelolaan pertambangan yang merupakan bagian dari hak menguasai negara, terhadap pengelolaan bumi dan kekayaan alam yang terkandung di wilayah Bentang Alam Seblat.
Apabila menelaah mengenai persoalan di atas, dalam sudut pandang hukum dan kekuasaan, maka menurut penulis terhadap persoalan IUP Operasi Produksi PT. Inmas Abadi dan Permohonan Penerbitan Persetujuan Amdal oleh korporasi (perusahaan tambang) tersebut dengan keselamatan ekosistem Kawasan Bentang Alam Seblat adalah hubungan yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Disatu sisi Izin Usaha Pertambangan yang telah dimiliki oleh PT. Inmas Abadi masih dianggap sah menurut hukum, karena diperoleh secara legal dan dikeluarkan oleh pihak yang memiliki kewenangan terhadapnya, hingga saat ini pun IUP tersebut belum pernah dicabut maupun dibatalkan secara hukum.
Disamping itu juga, pengelolaan Kawasan Bentang Alam Seblat yang menjadi kawasan habitat gajah Sumatera secara hukum, juga telah ditetapkan sebagai Kawasan Wisata Alam serta Kawasan Ekosistem Esensial oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal ini tentulah dapat dipandang bahwa pemerintah karena kekuasaannya juga memiliki kewajiban memberikan jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat terhadap setiap warga negaranya, hal mana merupakan salah satu hak dasar warga negara yang diatur dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 Amandemen Kedua.
Persoalan sebagaimana telah diuraikan secara singkat di atas, serta dihubungkan dengan teori kekuasaan dan hukum, maka dapat dimaknai bahwa IUP Operasi Produksi tersebut merupakan pemberian sebagian atas kekuasaan dari negara dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan dan kemakmuaran rakyat yang diberikan kepada korporasi, dan tentunya kekuasaan pengelolaan sumber daya alam dimaksud tidak dapat digunakan dengan sewenang-wewenang sesuai peruntukannya dan juga dibatasi oleh undang-undang (hukum). Selain itu juga, pemerintah (eksekutif) dalam memberikan kuasa kepada korporasi untuk memanfaatkan sumber daya alam, yang notabene merupakan salah satu elemen kekuasaan negara, juga sejatinya tidak dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pihak-pihak lain tanpa memperhatikan serta mempertimbangkan hukum yang berlaku. Sehingga, dalam menjalankan kekuasaanya pemerintah tetap harus berpedoman pada hukum yang berlaku, serta tidak menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang.
Karena sejatinya, konstitusi negara kita sebagai satu-satunya norma dasar dalam penyelenggaraan negara, telah menyatakan bahwa ‘’Negara Indonesia adalah negara hukum”, sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 Amandemen Ketiga. Selain itu juga, sebagaimana ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat”, serta ketentuan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 Amandemen Keempat, menyatakan: ‘’Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Dari ketentuan norma tersebut, jika dimaknai pemanfaatan sumber daya alam sebagai bagian penyelenggaraan kekuasaan perekonomian nasional, juga harus mendasari serta memperhatikan pada prinsip-prinsip yang diantaranya adalah prinsip berkelanjutan serta prinsip berwawasan lingkungan.
Oleh karena pemerintah (eksekutif) sebagai salah satu lembaga kekuasaan negara, yang diantaranya memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka tentulah dalam melakukan tindakan maupun keputusannya tersebut, sejatinya harus tetap berpedomanan pada ketentuan peraturan perundang-undangan (norma), agar tidak terjadi kesewenang-wenangan maupun penyalahgunaan kewenangan. Sehingga dengan kekuasaannya dalam memberikan izin usaha pertambangan maupun persetujuan Amdal, haruslah memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Sehingga, pemberian izin usaha pertambangan dimaksud juga dapat menjamin hak-hak dasar warga negara terkait jaminan lingkungan yang baik dan sehat.
Seyogyanya, terhadap Kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan ekosistem lingkungan dan dalam rangka menjaga kehidupan habitat di sekitarnya, terhadap perlindungan lingkungan hidup haruslah dihindari dari upaya-upaya atau tindakan perusakan, baik yang secara langsung ataupun tidak langsung. Upaya Permohonan Amdal yang diajukan oleh PT. Inmas Abadi secara langsung tentulah akan berdampak terhadap keberlangsungan ekosistem kehidupan di Bentang Alam Seblat, apalagi jika dalam permohonan Amdal tersebut hanya faktor penyerapan tenaga kerja yang menjadi andalan utama pengeloaan pertambangan batu bara di wilayah tersebut, sementara terhadap Kawasan Bentang Alam Seblat sebagai kesatuan ekosistem lingkungan hidup memberikan kehidupan yang jauh lebih baik kepada manusia di sekitarnya. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah [baca:Menteri] atas pemberian izin Amdal tersebut yang saat ini diuji apakah lebih mementingkan kepentingan segelintir orang atau lebih mementingkan keselamatan seluruh warga khususnya warga yang tinggal dan berdiam di wilayah bentang alam seblat tersebut.(**)
*Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jambi